Teks Berjalan

Om Swastyastu, Sameton Sutha Abimanyu, Nyama Blijul ajak makejang.. Rahajeng rauh ring blog puniki, elingang follow ig @blijul_pande twitter @jul_pande Youtube: Blijul TV _ Om santih, santih, santih.

Saturday, February 18, 2012

TRADISI "MASURYAK"

MERIAHKAN HARI RAYA KUNINGAN DENGAN  "MASURYAK"

tradisi masuryak
Ritual unik di laksanakan setiap enam bulan (210 hari) sekali di Banjar Bongan Gede, Desa Bongan, Tabanan. Warga di sana memiliki tradisi berbeda dalam merayakan hari raya Kuningan. Mereka menggelar ritual masuryak usai persembahyangan bersama. Ritual ini adalah menyebarkan lembaran uang kepada warga di tengah jalan. Tradisi ini menjadi simbol suka cita melepas serta membekali para leluhur, dengan sarana uang dan sesajen. Selain itu tradisi ini juga untuk menghantarkan para leluhur kembali ke alam surga, setelah pada hari raya Galungan dan Kuningan turun ke bumi.

Ritual turun-temurun ini dimulai dengan bersembahyang di merajan keluarga masing-masing. Lalu dilanjutkan menghaturkan bebantenan di depan pintu gerbang rumah. Sekitar pukul 10.00 wita, ritual masuryak dimulai. Usai menghaturkan bebantenan, seluruh anggota keluarga melempar uang ke atas. Uang yang dilempar tesebut disisihkan dari hasil pekerjaan di masing-masing keluarga, kemudian pada tradisi ini, dilemparkan dan diperebutkan oleh masyarakat. Dalam tradisi masuryak, tidak ada batasan nominal uang yang akan dilemparkan, mulai dari uang ribuan, puluhan ribu bahkan ratusan ribu rupiah. Kegembiraan masyarakat pun terpancar, saat memperebutkan uang dalam tradisi mesuryak. Bagi mereka yang tidak mendapatkan uang pun, mengaku tidak kecewa, karena mengikuti tradisi ini dengan senang hati.

Tradisi lempar uang ini dibuat bergiliran. Tujuannya, warga bisa berebut uang secara adil. Masuryak diawali dari deretan rumah paling ujung, lalu diakhiri di perumahan di dekat perbatasan banjar. Mereka yang berebut uang rata-rata kalangan pemuda.

Klian Adat Bongan Gege, Made Wardana, menjelaskan, tradisi masuryak merupakan puncak dari perayaan hari raya Galungan dan Kuningan di kampungnya. Tradisi melempar uang ini tujuannya untuk mengantarkan para leluhur setelah sepuluh hari turun dari surga selama perayaan Galungan. "Kami meyakini leluhur pulang ketika Tumpek Kuningan. Karena itu, kami mengantarkanya dengan bersorak-sorai sambil melemparkan uang", katanya.

Melempar uang itu, juga simbol dari kemakmuran. Lembaran uang dimaksudkan ungkapan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widi. Jumlah uang yang disebarkan ini tergantung kemampuan keluarga masing-masing. Bahkan bagi yang mampu bisa mencapai jutaan rupiah. Tradisi mengantar leluhur ini juga dikenal dengan istilah ngulihang. "Tentunya, leluhur kami akan senang melihat kami bersorak dan memiliki uang banyak",  tegasnya.

Zaman dahulu, kata Wardana, tradisi masuryak menggunakan pecahan uang kepeng. Seiring perkembangan zaman, tradisi ini berubah memakai lembaran rupiah. Karena itu, ritual selalu ditunggu warga untuk mengais rezeki. Meski ada yang terluka karena terjatuh, warga tetap bersemangat mengikuti masuryak. Warga yang berebut uang biasanya mendapatkan hasil lumayan. Mereka bisa mengumpulkan lembaran uang hingga Rp 200.000. Uang hasil masuryak biasanya digunakan makan bersama. Selain warga setempat, masuryak juga menarik warga dari luar daerah. Namun, mereka hanya menonton ritual unik tersebut. Dari sebelas Banjar di Desa Bongan, kemeriahan masuryak paling terasa di Banjar Bongan Gede.


editor : Pande Kadek Juliana
dari berbagai sumber.

No comments:

Post a Comment

Wusan simpang, elingang komentarnyane ngih..! Ring colom FB ring sor taler dados. ^_^ sharing geguratane ring ajeng dados taler.