Teks Berjalan

Om Swastyastu, Sameton Sutha Abimanyu, Nyama Blijul ajak makejang.. Rahajeng rauh ring blog puniki, elingang follow ig @blijul_pande twitter @jul_pande Youtube: Blijul TV _ Om santih, santih, santih.

Monday, December 26, 2011

TUTURAN BHATARI BATUR (Sejarah Desa-Desa Di Sekitar Wilayah Batur)

               Masyarakat Batur percaya bahwa penyembah Pura Ulun Danu Batur yang berjumlah 45 buah desa itu bermula dari tuturan yang berkembang secara turun tumurun. Di sampung itu, terdapat pula bukti arkeologis tentang tuturan tersebut yakni sebuah labu yang dipakai menjual air. Di Batur tuturan tersebut terkenal dengan nama Ida Bhatari Batur Madolan Toya. Secara singkat ceritanya seperti yang diceritakan oleh Jro Mangku Kridit, Ketut Samua, dan Nengah Tekek berikut ini.


         Tersebutlah Batari Batur setelah menetap di Batur, dan memiliki air cukup besar, berupa sebuah danau. Beliau berkeinginan menjual atau menukar airnya ke desa-desa tetangganya. Karena merasa canggung sebagai putri, beliau merubah dirinya menjadi seorang laki-laki yang kudisan, berbau dengan pakaian compang-camping. Beliau memikul dua buah labu besar berisi air, menuju arah Timur Laut, melewati Pura Balingkang. Setibanya di perbatasan Desa Blandingan, beliau merasa kecapaian dan mengaso. Karena merasa terlalu berat maka sebagian airnya ditumpahkan di sana sehingga menjadi Manik Muncar, yang letaknya di sebelah Barat Laut Belandingan.

           Setelah agak kuat, beliau kembali melanjutkan perjalanan sampai ke Munti, Pedahan, dan Puseh Meneng. Di sana beliau menjajakan air, dan penduduk Munti serta Pedahan menghina beliau mengatakan sebagai seorang minta-minta dan menolak serta mengusirnya. Karenanya, beliau mengutuk agar penduduk di sana menjadi peminta-minta (idih-idih). Karena kesal beliau kembali melanjutkan perjalanan, dan sampai di pinggir pantai. Untuk bukti perjalanan, maka sedikit airnya ditumpahkan di sana sehingga menjadi tirta yang tempatnya di Pura Pegonjongan.

            Setelah itu, kembali beliau melanjutkan perjalanan dan sampai melewati beberapa desa tetapi tidak ada yang membeli. Akhirnya tiba di Desa Panjingan, dan penduduk desa di sana membeli air dengan dua kepeng, namun baru membayar sekepeng itu pun karena menggadaikan sabit besar (Tah) sehingga ada air terjun Yeh Tah. Beliau berpesan agar air itu disebut Yeh Mampeh sesuai namanya di Batur, serta setiap tahun harus membayar pajak ke Batur. Kembali beliau melanjutkan perjalanan, setibanya di desa Hiliran, penduduk di sana akan membeli air serta menukarnya dengan kerbau. Penduduk ini merupakan orang buangan dari Sukawana, dan dengan kekuatan beliau mereka diangkat normal sehingga desa itu diganti menjadi Tejakula yang artinya penduduk yang bersinar, dan tempat beliau mengadakan dialog disebut Banjar Batur.

           Kembali perjalanan dilanjutkan dan tibalah di sebuah desa yang akan membeli air dengan tiga kepeng. Karena mau membeli dengan jumlah yang besar, maka diambilkan air sampai ke dasarnya, namun berisi jentik nyamuk. Mereka tidak terima dan batal membeli air, sehingga dikutuk agar jika membuat sumur airnya sangat dalam. Desa itu disebut Buhun Dalem yang artinya ’sumur dalam’, sekarang menjadi desa Bondalem. Perjalanan dilanjutkan dan sebagian airnya ditumpahkan di Pura Ponjok Batu serta seluruhnya dituang di pantai bukti disebut Air Sa Inih yang sekarang menjadi Air Sanih.   

            Setelah itu, beliau kembali menjadi seorang putri cantik sambil menjungjung bambu menjajakan kerbau. Penduduk Cemara, Bungkulan, dan Sangsit tidak yakin bahwa yang dibawa itu kerbau, karena tempatnya bambu. Tempatnya lalu dirampas, dan kerbaunya dilepas. Ternyata benar bahwa itu kerbau normal. Karena jengkel, maka kerbau itu sengaja diusir, setelah sore ternyata kerbaunya kurang seekor dan kerbau itu telah dipotong. Beliau mengutuk bahwa yang memotong kerbau itu secara bergilir mengganti tiap tahun ke Batur, serta desa-desa bekas injakan kerbau itu harus menyembah ke Batur. Akhirnya, beliau kembali ke Batur lewat desa Tajun. 

            Demikian secara singkat isi tuturan di Batur, dan jika dikaji tuturan ini kelihatannya hanya legenda saja, namun secara nyata beberapa desa itu sampai sekarang tetap memuja ke Batur dengan membawa atos "bahan sesaji" untuk memohon tirta.  
             -----------------------------------------PUPUT--------------------------------------------------

No comments:

Post a Comment

Wusan simpang, elingang komentarnyane ngih..! Ring colom FB ring sor taler dados. ^_^ sharing geguratane ring ajeng dados taler.